A.
Pengertian Mangrove
Kata “mangrove” digunakan untuk
menjelaskan tumbuhan yang hidup di daerah tropis pada komunitas hutan
intertidal atau pada komunitas mangrove (Tomlinson, 1986). Snedaker
(1978) dalam Arief (2003) memberikan
pengertian yang panjang mengenai mangrove yaitu suatu kelompok jenis tumbuhan
berkayu yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropika dan subtropika yang
terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob. Istilah mangrove digunakan secara luas
untuk menamai tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan baik pada ekosistem hutan
tropis dan subtropis pasang-surut, meliputi pantai dangkal, muara sungai,
delta, rawa belakang dan laguna.
Mangrove
dapat ditemukan di muara sungai, di pinggir teluk yang terlindung, di sekitar genangan air
payau di pesisir pantai dan banyak juga terdapat di pulau-pulau kecil di
Indonesia.
Menurut Tomlinson (1986),
vegetasi mangrove tersusun atas tiga komponen, yaitu :
1.
Mangrove mayor (true
mangrove) memiliki sifat-sifat berikut:
a)
Sepenuhnya hidup pada ekosistem mangrove di
kawasan pasang surut, di antara rata ketinggian pasang perbani (pasang
rata-rata) dan pasang purnama (pasang tertinggi), serta tidak tumbuh di
ekosistem lain.
b) Memiliki
peranan penting dalam membentuk struktur komunitas mangrove dan dapat membentuk
tegakan murni.
c)
Secara morfologi beradaptasi dengan lingkungan
mangrove, misalnya memiliki akar aerial dan embryo vivipar.
d) Secara
fisiologi beradaptasi dengan kondisi salin, sehingga dapat tumbuh di laut,
karena memiliki mekanisme untuk menyaring dan mengeluarkan garam, misalnya
melalui alat ekskresi.
e)
Secara taksonomi berbeda dengan kerabatnya yang
tumbuh di darat, setidak-tidaknya terpisah hingga tingkat genus.
Antara
lain: Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa fruticans, Rhizophora,
dan Sonneratia.
2.
Mangrove minor dibedakan
oleh ketidakmampuannya untuk membentuk komponen utama vegetasi yang menyolok,
jarang membentuk tegakan murni dan hanya menempati tepian habitat. Antara lain:
Acrostichum, Aegiceras, Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis,
Osbornia octodonta, Pemphis acidula, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Xylocarpus.
3.
Mangrove asosiasi adalah
tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, yang tidak ditemukan secara eksklusif
di hutan mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan,
namun mereka berinteraksi dengan true
mangrove. Tumbuhan asosiasi adalah spesies yang berasosiasi dengan hutan
pantai atau komunitas pantai dan disebarkan oleh arus laut. Tumbuhan ini tahan
terhadap salinitas, seperti Terminalia, Hibiscus, Thespesia, Calophyllum,
Ficus, Casuarina, beberapa polong, serta semak Aslepiadaceae dan
Apocynaceae. Ke arah tepi laut tumbuh Ipomoea pescaprae, Sesuvium
portucalastrum dan Salicornia arthrocnemum mengikat pasir pantai.
Spesies seperti Porteresia (=Oryza) coarctata toleran terhadap berbagai
tingkat salinitas. Ke arah darat terdapat kelapa (Cocos nucifera), sagu
(Metroxylon sagu), Dalbergia, Pandanus, Hibiscus tiliaceus dan
lain-lain. Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam,
tergantung kondisi geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim,
tanah, dan kondisi lingkungan lainnya.
Tabel 1.
Jumlah Spesies Mangrove
Famili
|
Genus
|
Jumlah
Spesies
|
Komponen
mayor
Avicenniaceae
Combretaceae
Palmae
Rhizophoraceae
Sonneratiaceae
Komponen
minor
Bombacaceae
Euphorbiaceae
Lythraceae
Meliaceae
Myrsinaceae
Myrtaceae
Pellicieraceae
Plumbaginaceae
Pteridaceae
Rubiaceae
Sterculiaceae
|
Avicennia
Laguncularia
Lumnitzera
Nypa
Bruguiera
Ceriops
Kandelia
Rhizophora
Sonneratia
Camptostemon
Excoecaria
Pemphis
Xylocarpus
Aegiceras
Osbornia
Pelliciera
Aegialitis
Acrostichum
Scyphiphora
Heritiera
|
8
1
2
1
6
2
2
8
5
2
2
1
2
2
1
1
2
3
1
3
|
Sumber : Tomlinson, 1986
B.
Peran dan Fungsi Mangrove
a)
Aspek Ekologi
Menurut Kustanti (2011), ekosistem
mangrove terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Kedua komponen ini yang
berperan sebagai penyedia makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar
mangrove seperti udang, kepiting, ikan, burung dan mamalia. Selain itu,
mangrove juga dikenal sebagai daerah mencari makanan (feeding ground), daerah berlindung, berkumpul organisme didalamnya
(nursery ground) dan sebagai daerah
pemijahan (spawning ground).
b)
Aspek Fisik
Secara fisik mangrove memiliki
struktur zonasi di habitatnya. Zonasi ini yang membentuk peran serta fungsi
mangrove di ekosistemnya. Menurut Setyawan (2002), mangrove melindungi pantai dari
erosi, angin ribut, dan gelombang laut. Peran mangrove sebagai penghalang dan
penangkap material alluvial sehingga menstabilkan ketinggian daratan dengan
membentuk daratan baru untuk mengimbangi hilangnya akibat sedimentasi. Mangrove juga berperan penting sebagai
penahan abrasi, tsunami, pencegah intrusi air laut dan perangkap zat pencemar
(Gunarto, 2004).
c)
Aspek Ekonomi
Menurut Arief (2003), kawasan mangrove
merupakan sumber devisa, baik bagi masyarakat, industri, maupun bagi negara.
Fungsi mangrove sebagai sumber devisa negara adalah :
1.
Penghasil kayu,
misalnya kayu bakar, arang, serta kayu untuk
bahan bangunan dan perabot rumah tangga.
2.
Penghasil bahan
baku industri, misalnya pulp, kertas,
tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak kulit, kosmetik, dan zat
pewarna.
3.
Penghasil bibit
ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung, dan madu.
Fungsi mangrove dapat ditinjau dari
penghasil bukan kayu (Santoso et al., 2005)
yaitu fungsi lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan ecotourism dan lahan budidaya. Ditambahkan Arief (2003) bahwa
kawasan mangrove dapat dijadikan kawasan pendidikan, konservasi dan penelitian.
Di
Indonesia studi mengenai ekonomi mangrove telah dilakukan di Teluk Bintuni
Provinsi Papua oleh Ruitenbeek (1992) menyebutkan bahwa penggunaan tradisoinal
sebesar 300.000 ha area mangrove dengan biota lokal 3000 di teluk diperoleh
valuasi ekonomi sebesar 10 juta/tahun. Pada waktu yang sama, valuasi perikanan
35 juta/tahun (Geisen et al., 2007).
Meskipun
fungsi non kayu mangrove bernilai ekonomis, namun sampai dengan
sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan
baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan
dapat medukung pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan. Salah satunya
adalah sumberdaya mangrove sebagai salah satu makanan alternatif.
C.
Adaptasi Mangrove
Mangrove memiliki beberapa adaptasi
dalam menghadapi kondisi lingkungan yang ekstrim. Daerah intertidal yang
memiliki fluktuasi suhu, salinitas dan pasang surut yang berubah-ubah pada
periode berbeda membuat adaptasi mangrove lebih kuat terhadap perubahan
lingkungan tersebut.
Suplai oksigen ke akar sangat
penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangrove
seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangrove membentuk struktur khusus pneumatofora (akar napas). Menurut
Kustanti (2011), untuk mengatasi kadar garam oksigen yang rendah mangrove
memiliki perakaran yang khas. Akarnya yang berbentuk seperti cakar ayam, pasak,
tunjang dan banir adalah cara untuk mengambil oksigen dari udara yang mempunyai
lentisel.
Bentuk-bentuk akar tersebut merupakan hasil proses adaptasi
pohon terhadap lingkungannya sehingga hubungan antara akar dan udara tetap
terlaksana dengan baik dan fungsi akar sebagai organ pengambil zat-zat makanan
dari dalam tanah tetap berlangsung. Namun, menurut Arief (2003) bahwa dengan
melakukan usaha adaptasi menggunakan bentuk-bentuk perakaran, tidak semua jenis
mampu hidup dan berkembang untuk seterusnya, khususnya bagi anakan-anakan yang
hidup di bawah induk atau yang tersebar jauh dari induknya.
Terhadap kadar garam tinggi, mangrove memiliki sel-sel
khusus pada daunnya yang berfungsi untuk menyimpan garam, berdaun tebal dan
kuat untuk mengatur keseimbangan garam. Daun yang memiliki stomata khusus untuk
mengurangi penguapan. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa jenis yang membentuk
kristal garam halus pada permukaan daunnya (Tomlinson, 1986).
Komunitas mangrove memiliki rentang toleransi yang
luas terhadap garam, mulai dari halofit sejati yang sangat tahan hingga
glikofit yang sangat rentan. Salinitas dipengaruhi oleh aliran pasang surut dan
musim (Goldman dan Horne, 1983) dalam
(Setyawan 2002). Pertumbuhan mangrove dipengaruhi oleh salinitas
sedimen dan dibatasi oleh sifat hipersalinnya, namun demikian mangrove mendiami
daerah pantai dengan kisaran salinitas yang besar. Menurut Giesen et al. (2007), beberapa jenis mangrove
memiliki toleransi yang besar seperti Sonneratia
caseolaris, dapat ditemukan di daerah yang masih terkena pasang surut
dengan salinitas hampir sama dengan air tawar.
Selain itu, mangrove memiliki batas
toleransi terhadap pasang surut. Di Asia Tenggara, daerah yang
digenangi pada waktu pasang tertinggi didominasi oleh Avicennia alba, Avicennia
marina atau Sonneratia alba,
sedangkan daerah yang hanya digenangi sebagian air pasang tertinggi didominasi
oleh jenis Rhizophora. Mangrove yang
digenangi air pasang normal didominasi spesies Bruguiera, Xylocarpus
granatum (Giesen et al. 2007).
Pertumbuhan mangrove juga dipengaruhi
oleh tipe substrat. Tipe substrat seperti liat berdebu juga faktor penunjang
terjadinya proses regenerasi. Partikel debu dan partikel liat yang berupa
lumpur menangkap buah mangrove yang jatuh karena sudah masak (Arief, 2003).
D.
Fauna Ekosistem Mangrove
Sebagai daerah asuhan, memijah
dan mencari makanan, banyak biota-biota yang hidup berasosiasi dengan vegetasi
mangrove maupun pada ekosistemnya. Seperti halnya crustacea, ikan, mamalia,
bivalvia, dan burung. Jenis-jenis biota ini mengandalkan mangrove sebagai
tempat berlindungnya. Menurut Setyawan et
al. (2002), sesendok teh lumpur mangrove mengandung lebih dari 10 juta bakteri, lebih
kaya dari lumpur manapun. Bakteri ini membantu peruraian serasah daun dan bahan
organik lain, sehingga hutan mangrove menjadi sumber nutrisi penting bagi tumbuhan
dan hewan, serta ikut pula menjaga daur nutrisi pada habitat perairan pantai.
Invertebrata yang ditemukan
di hutan mangrove umumnya adalah artropoda yang meliputi serangga, Chelicera
dan Crustacea, serta moluska baik gastropoda maupun bivalvia. Sedangkan
vertebrata yang banyak ditemukan adalah ikan dan burung. Dalam jumlah terbatas
ditemukan pula reptilia dan mamalia. Amfibia sangat jarang ditemukan di kawasan
mangrove.
Jenis-jenis burung yang hidup di daerah mangrove tampaknya tidak terlalu
berbeda dengan jenis yang hidup di
daerah hutan. Mangrove dijadikan sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak
atau sekedar beristirahat. Bagi beberapa jenis burung air, seperti Kuntul (Egretta
spp), Bangau (Ciconiidae) atau Pecuk (Phalacrocoracidae), daerah mangrove
menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang, terutama karena minimnya
gangguan yang ditimbulkan oleh predator. Bagi jenis-jenis pemakan ikan, seperti
kelompok burung Raja Udang (Alcedinidae), mangrove
menyediakan tenggeran serta sumber makanan yang berlimpah.
Menurut
Noor (2006), Jenis-jenis Reptilia yang umum ditemukan di daerah mangrove di Indonesia
diantaranya adalah buaya muara (Crocodylus porosus), biawak (Varanus
salvator), ular air (Enhydris enhydris), ular
mangrove (Boiga dendrophila), Ular tambak (Cerberus rhynchops), Trimeresurus
wagler dan T. purpureomaculatus (MacNae, 1968; Keng & Tat-Mong, 1989; Giesen,
1993). Seluruh jenis reptilia tersebut dapat juga ditemukan pada lingkungan air
tawar atau di daratan.
REFRENSI
Arief
A. 2003. Hutan Mangrove : Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Giesen
W, Stephan W, Max Z, dan Liesbeth S. 2007. Thailand. Mangrove Guidebook For Southesth Asia. FAO and Wetlands
International.
Gunarto.
2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. J.
Litbang Pertanian 23 (1).
Kitamura S, Anwar C, Chaniago A, dan Baba S. 1997. Handbook
of Mangroves in Indonesia. Bali dan Lombok. Ministry of Forestry Indonesia
and Japan International Cooperation Agency. Jakarta.
Kustanti
A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor.
Noor
RY, Khazali M, dan Suryadiputra NN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Santoso
N, Bayu CN, Ahmad FS, dan Ida F. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan
Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove.
Setyawan
AD, Susilowati A, dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem
Mangrove di Jawa. Kelompok Kerja
Biodiversitas Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Tomlinson PB. 1996. The botany of
mangrove. Cambridge University Press. UK.